Mi instan memang pilihan santapan murah dan lezat bagi anak kos. Ia
juga menu wajib, saat ada bencana. Padahal, bukan rahasia lagi bila mi
instan sumber malapetaka kesehatan.
Peneliti di Amerika Serikat
menemukan, orang yang makan mi dua hingga tiga kali seminggu, termasuk
ramen, atau mi Jepang, risiko perkembangan sindrom kardiometaboliknya
meningkat.
Itu memicu seseorang terkena penyakit jantung dan kondisi lain, seperti diabetes dan stroke.
Menurut Hyun Joon Shin, pemimpin studi di Baylor Heart and Vascular
Hospital di Texas seperti dilansir lamanDaily Mail, mi dan ramen instan
lebih berpotensi merusak kesehatan pada wanita.
Menurutnya, itu
terkait dengan perbedaan biologis seperti hormon seks dan metabolisme
antara wanita dan pria. Faktor lain adalah bahan kimia yang disebut
Bisphenol A (BPA).
Itu digunakan untuk mengemas mi dalam wadah
styrofoam. Studi menunjukkan, BPA mengganggu cara hormon mengirim pesan
melalui tubuh, khususnya esterogen.
Penelitian yang dilakukan
Shin dan timnya fokus pada Korea Selatan. Sebab, Negeri Ginseng itu
merupakan pengonsumsi mi instan tertinggi di Asia, bahkan di dunia.
“Dalam beberapa tahun terakhir, Korea Selatan mengalami peningkatan
pesat dalam masalah kesehatan, khususnya penyakit jantung. Dan, semakin
banyak orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan,” ucap Shin.
Shin pun memutuskan menyelidiki hubungan antara konsumsi mi dan kesehatan yang buruk.
Ternyata mi, seperti banyak makanan olahan, mengandung garam yang
tinggi. Seperti diketahui, pola makan tinggi mineral dapat meningkatkan
risiko penyakit jantung serta stroke.
“Studi ini penting,
karena banyak orang yang mengonsumsi mi instan tanpa mengetahui risiko
kesehatan yang mungkin terjadi. Harapan saya, studi ini dapat menjadi
dasar dari studi lain di masa depan mengenai efek kesehatan dari
konsumsi mi instan,” ia memaparkan.
Menurut seorang spesialis
pencernaan, Branden Kuo dari Massachusetts General Hospital di Boston,
mi instan mengandung bahan kimia Tersier-butil hidrokuinon (TBHQ), zat
aditif makanan yang merupakan produk dari butana, yang digunakan dalam
industri perminyakan.
Untuk mengetahui bagaimana tubuh manusia
mencerna mi instan, ia menggunakan kamera mungil. Mi instan, dalam hal
ini berbeda dengan mi buatan langsung yang tidak dikeraskan dengan
lilin.
“Ketika melihat interval waktu, dalam satu atau dua jam,
mi instan tidak mengalami banyak perubahan karena sulit dicerna
dibanding mi buatan rumah yang masih fresh,” jelasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar