Selasa, 17 September 2013

Semanggi Berhelai 4


Persahabatan adalah segalanya dalam hidup. Dia akan berubah menjadi dewasa layaknya kedua orang tua yang senantiasa menasehati. Sebagai kakak dan juga adik yang selalu setia. Aku sangat beruntung mempunyai sahabat seperti mereka. Lely, Arya dan Niko adalah sahabat yang sangat berarti dalam hidupku. Tapi, bagaimanakah jika persahabatan menjadi musuh cinta. Akankah aku sanggup menjalani kenyataan dalam persahabatan dan juga cinta. Suatu pilihan yang sangat berat dalam hidup ini.

Kaluarga kecil yang bernama persahabatan sangat berarti dalam hidup. Tapi, aku sering mendapati sebuah pilihan yang sangat berat dalam persabatanku itu. Pilihan yang sangat berat, ketika ada keinginan untuk pergi meniggalkan sabataku itu. Sahabat yang sangat aku sayangi, sekaligus sahabat yang meembuatku hancur dan merasa sendiri di tengah keramaiannya. Aku akan sangat bersalah jika aku meninggalkan mereka sendiri, berjalan sendiri dengan arah yang bercabang-cabang. Siapakah yang akan menuntun dan memeberitahu mereka jika mereka kebingungan.

Aku akan merasa bersalah jika aku pergi meninggalkan mereka. Tapi, aku selalu merasakan hal yang tidak enak dan merasa dipermainkan dan dimanfaatkan mereka. Aku ingin sahabat sejati yang selalu ada untukku, mengerti keinginanku, keinginan yang tidak hanya berarti untukku, tetapi juga untuk mereka. Aku ingin kita melangkah bersama dalam kebaikan. Aku ingin berdakwah dan mengajak mereka pada kebaikan. Tapi, kenapa apa yang aku ungkapkan selalu tak mereka hiraukan.

Aku tidak ingin mejadi orang yang egois dalam persahabatan. Aku tidak ingin mereka memeperhatikan aku, semua untuk aku. Aku hanya ingin mereka meluangkan waktu dan perhatiannya terhadapku, sedikit saja. Selama ini aku sudah meemberi mereka perhatian dan semua sudah aku curahkan dan aku korbankan demi sahabat-sahabatku. Tapi, kenapa mereka lakukan ini terhadapku. Mereka tidak pernah menganggap aku ada. Dan datang pergi seenak hati mereka sendiri.

Saat-saat di kelas 3 SMA, memang saat-saat yang melelahkan. Banyak sekali kegiatan yang dilakukan. Saat memasuki awal semester, waktu berjalan begitu cepat. Dan saat memasuki semester dua, pikiran dan tenaga dikuras untuk menjalani rutinitas tahunan yang sangat menjengkelkan dan membuat guru-guru kelas 3 bosan. Semester genap, ujian praktek, ujian sekolah, dan persiapan ujian nasional. Tidak hanya murid yang merasa bosan, tetapi juga guru-guru pembimbing ujian ikut jenuh, lantaran mereka harus sering bertemu saat jam pelajaran maupun saat jam bimbingan.

Meskipun hujan deras, aku masih saja menyelesaikan tugas praktek, di rumah Lely sahabatku. “Sebaiknya, kita istrahat dulu.” Kata Lely mengingatkan aku dan teman sekelompok dengan kami, Ayu dan Ratna. “Iya, sebaiknya kita istirahat dulu.” Kataku. “Sa, sebaiknya kamu sholat dulu saja, biar aku yang beli makan. Kasihan, kamu nanti pulangnya sore. Nanti kalau sakit magh kamu kambuh gimana?” Kata Lely. “Iya. Sebaiknya, kamu sholat dzuhur dulu, nanti kita beli makannya sama-sama.” Kataku mengingatkan dan berusaha mengajak Lely agar mau sholat. Tapi, Lely hanya tersenyum padaku dan meninggalkanku begitu saja.

Dia adalah sahabatku yang sangat aku sayangi. Dia begitu perhatian terhadapku. Mengingatkan aku jika sudah waktunya sholat. Tapi, entah kenapa aku belum bisa membuat ia bahagia. Aku ingin sekali membuat sahabatku itu berubah. Aku ingin ia sholat. Saat puasa, ia selalu mengeluh sakit. Kalaupun ia puasa, ia sering tergoda sehingga puasanya batal. Aku ingin ia berubah. Aku tidak ingin mempunyai sahabat yang salah dalam langkahnya, sedangkan aku mengetahuinya. Aku tidak ingin ia menaggung dosa yang bertambah besar. Karena aku sangat menyayanginya. Aku sudah berusaha, tapi dia selalu begitu dan begitu. Hanya satu yang bisa aku lakukan. Berdo’a agar Allah berkenan membuka pintu hidayah untuk Lely sahabatku.
Niko adalah teman yang aku kenal saat aku meminjam buku di perpustakaan daerah. Dia adalah anak yang berasal dari sekolah yang berbeda dengan aku dan Lely. Dia mengambil jurusan otomotif. Aku juga kenal baik dengannya. Tapi, kedekatan Niko dan Lely jauh lebig dekat. Sahabat tepatnya. Tapi, kebaikan dan keramahan Niko membuatku senang berteman dengannya. Dia adalah anak yang pekerja keras dan penuh semangat. Kehidupannya memprihatinkan. Ia hanya tinggal dengan nenek dan ibunya. Ia adalah tulang punggung keluarganya.

Pernah suatu saat, ia meneleponku dan mengatakan keadaannya yang sangat memprihatinkan. Ia curhat ingin pindah kerja, karena gajinya yang kurang mencukupi kebutuhannya. Suatu saat, ia memintaku untuk membelikannya pulsa dan ia berjanji akan mengembalikannya. Tapi, aku tak tega melihat keadannya. Setelah aku gajian dari kerjaku, aku membelikannya pulsa, dan aku mengataknnya pada Niko agar ia tak mengembalikannya padaku.

Tapi, setelah semuanya berlalu, ia pergi entah kemana. Kemana mereka yang dulu, merintih meminta tolong, lantas pergi begitu saja. Tak ingatkah mereka, bagaimana aku selalu ada untuk sahabatku. Aku hanya ingin kebersamaan, dan aku tak pernah mengharapkan apa pun dari mereka. Aku ingin mereka mengerti bahwa aku sangat menyayangi mereka, dan aku ingin mereka selalu memberiku semangat, berjalan bersama dalam kebaikan. Tetapi, mereka hanya memanfaatkan kelemahanku yang gampang simpati terhadap orang lain.
Aku ingin kebersamaan, mengerti aku dan berjalan bersama. Jangan berlari sendiri, dan berbalik arah saat mereka kehilangan arah. Itukah yang dinamakan sahabat? Tapi, aku akan sangat berdosa jika aku meninggalkan mereka. Dia adalah sahabatku. Aku tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada mereka. Terkadang, aku ingin pergi dan tak pernah kembali uantuk mereka. Tapi, mereka justru muncul, dan hatiku tak kuasa untuk meninggalkan mereka.

“Sebenarnya, Arya itu suka dengan Lely. Suatu saat, Lely memintaku untuk mengantarkannya membeli buku. Tiba-tiba, kami bertemu dengan Arya. “Sepertinya, dia bersikap aneh terhadapku.” Kata Niko saat dia curhat terhadapku. “Lantas, apa yang dia lakukan?” Tanyaku penasaran. “Dia sebenarnya menyukai Lely. Itu semua terlihat dari sikapnya yang selalu ingin tahu mengenai Lely.” Kata Niko kembali.
Tiba-tiba, aku ingat dengan pertanyaan Arya saat ia bertemu denganku. “Sa, kemarin aku bertemu dengan Lely dan Niko di taman wisata. Memangnya, mereka pacaran, ya?” Tanya Arya. “Tidak, mereka sahabatan. Memang, Lely sudah menganggap Niko seperti kakaknya sendiri. Memangnya kenapa?” Tanyaku. “Nggak, ko. Mereka ko, seperti orang pacaran saja.” Jawab Arya. Aku justru semakin percaya dengan kata Niko, bahwa Arya menyukai Lely.

“Aku juga kecewa dengan Arya. Tega-teganya dia merebut Nimas dari tanganku. Padahal waktu itu, aku dan Nimas belum putus. Aku melihat sendiri sms Arya dengan Nimas. Hatiku sangat hancur mengetahui hal itu. Dia adalah temanku. Kenapa dia tega sama aku.” Kata Niko curhat terhadapku. Kali ini aku memang yakin dengan apa yang dikatakan Niko. Karena, aku tahu cerita itu dari Lely. Karena, Niko sebelumnya sudah curhat terhadap Lely. Dan saat itu pula, hatiku hancur. Karena aku menyukai Arya.
Tetapi, kemudian aku menemui keganjalan. ‘Apa benar Arya menyukai Lely?’ Tanyaku dalam hati. “Sudahlah, Sa. Arya itu tidak baik untuk kamu. Lupakan saja dia. Dia suka mempermainkan cewek.” Kata Lely yang menasehatiku. Karena, aku sangat menyukai Arya. Dia adalah orang pertama dalam hidup aku. Entahlah, kenapa semua itu terjadi. Tapi, aku masih belum yakin dengan perkataan Niko. Atau jangan-jangan, dia ingin membuat aku sakit hati dan persahabatanku akan renggang dengan Lely. Aku sangat menyayangi sahabatku itu.

Aku mengabaikan kata-kata Niko. Kalaupun memang benar Arya menyukai Lely. Aku sudah tidak peduli lagi. Aku sudah melupakan rasaku itu terhadap Arya. Aku sudah terlalu sakit karenanya. Dia selama ini hanya mempermainkan perasaanku. Dia datang seolah-olah memberi harapan besar. Tetapi kemudian pergi entah kemana, cuek dan acuh. Kemudian, muncul lagi. Bahkan, saat dia membutuhkanku dia seolah tak menganggap aku. “Sa, Arya tanya apakah kamu nanti ke perpustakaan?” Kata Lely lewat sms. “Tidak. Memangnya kenapa?” Tanyaku. “Arya ingin meminjam bukumu. Dia minta diajari.” Balas Lely lewat sms.
Aku sangat kecewa pada Arya. Dia membutuhkan pertolonganku, kenapa dia tidak langsung sms aku. Kenapa dia justru sms Lely, dan memintanya sms aku. Dia benar-benar tidak menghargai aku. Tetapi, aku menghiraukan hal itu. Karena tiba-tiba, di hatiku ada perasaan senang, karena aku bisa bertemu dengannya. Meski pada waktu itu, mungkin dia hanya memanfaatkan aku. Bagiku, semuanya adalah masa lalu. Biarlah, apa yang aku lakukan dahulu demi membantu sahabat-sahabatku.

Sekarang, aku sudah menjalin hubungan dengan seseorang yang sangat aku cintai. Dia adalah seseorang yang pernah hadir dalam hidupku, ketika aku menyimpan perasaanku terhadap Arya. Seseorang yang dulunya, aku pikir adalah sosok yang baik untukku. Sosok yang membawa kebaikan dalam hidupku. Seseorang yang akan menjadi orang pertama yang mengisi hatiku, sekaligus orang yang akan menghuni hatiku selamanya. Ternyata aku salah, dia bukan yang terbaik untukku. Dia sudah mengecewakanku dan menyakiti hatiku.

Aku kenal dengan Dimas, ketika aku sering datang ke perpustakaan, dan dia sering melihatku datang bersama Nadia. Kita memang berbeda sekolahan. Tetapi, sekolahku sering mengadakan perkemahan dengan anak-anak di sekolah Dimas. Dari situlah Dimas kenal Nadia dan berteman. Dari Nadia lah Dimas mengetahui aku dan sepertinya dia tertarik padaku. Aku bisa memebacanya, karena untuk apa laki-laki memberanikan diri bertanya pada seorang cewek tentang cewek. Akhirnya, aku sering sms dengan Dimas. Tetapi, aku tidak menyimpan perasaan terhadap Dimas.

Suatu saat Aku bertemu dengan Dimas usai lebaran di sebuah masjid besar. Aku ingin silaturahmi dengan Dimas, aku tidak ingin dia meninggalkanku, setelah dia tahu bahwa aku tak memiliki perasaan terhadapnya. Aku ingin persahabatanku dengannya berjalan terus meskipun aku sudah melukai hati dan perasannya. Saat itu, dia mengajak sahabatnya yang bernama Reza. Dari situlah Reza terkesima dan tertarik denganku. Tetapi, aku mengatakan padanya bahwa aku tidak menyimpan perasaan apa pun terhadapnya. Tetapi, dia meninggalkanku begitu saja. Padahal aku menginginkan persahabatan. Aku menginginkan orang yang mau mengerti aku.


Kedekatanku dengan Dimas membuat hatiku senang memiliki teman seperti dia. Sosok yang selama ini aku harapkan. Sosok yang bisa membawa kebaikan dalam hidupku. Sikap dan sifat yang selama ini aku harapkan dari Arya, ternyata ada dalam dirinya. Tetapi, aku terlanjur mengatakan padanya, bahwa aku hanya menganggapnya sebagai sahabat. Aku tidak menyimpan perasaan terhadapnya. Tetapi, dia sangat sabar dan baik terhadapku. Dia justru semakin dekat denganku, karena aku menginginkan persahabatan dengannya. Tetapi, ketika aku bersahabat dengannya, hatiku justru semakin dekat dengan hatinya. Aku mengetahui semua sikapnya yang baik, penyabar, menjadikanku pribadi yang lebih baik. Dan aku mulai menyukainya.

Aku sangat senang saat itu. Meskipun Aku tidak menjalin hubungan yang spesial dengan Dimas. Ia tidak menunjukkan sakit hatinya terhadapku. Dia tidak meninggalkan aku begitu saja, seperti Reza. Memang, aku telah menyakitinya, tetapi ia tidak harus meninggalkanku demi melupakan aku. Aku ingin bersahabat dengannya. Kini, ia justru membimbingku dan menasehatiku. Aku sangat terkesima dengan perilakunya terhadapku. Dari dia lah aku semakin giat memepelajari mengenai agama. Dia juga yang mendukungku untuk menutup aurat dengan berjilbab. Dia selau membuat hatiku tenang, damai dan nyaman. Dan ada ketakutan akan kehilangan dia. Dan aku akan menyesal jika kehilangan dia. Tapi, hatiku diliputi oleh kebimbangan.
Dimas sudah beberapa kali mengatakan bahwa dia menyukaiku dan serius terhadapku. Tetapi aku mengataan bahwa aku ingin bersahabat dengannya. Hatinya pasti hancur kala itu. Tetapi, dia selalu mendampingi dan membimbingku. Aku mencintainya, aku menyukai Dimas. Dia adalah sosok yang selama ini aku cari. Aku akan sangat menyesal jika aku kehilangan sosok yang baik seperti dia. Sosok Imam dalam keluarga yang selama ini aku cari.

Dimas adalah segalanya dalam hidupku. Aku mempertanyakan kembali perasaannya terhadapku. Aku hanya pasrah jika rasa cintanya padaku sudah hilang karena ia sudah berulang kali mengatakannya padaku, tetapi aku bersikeras hanya ingin bersahabat denganya. Aku tak peduli jika memang Dimas sudah mempunyai seorang tambatan hati. Bagiku, lega jika aku sudah mengataknnya. Tetapi, ternyata dia masih menyimpan perasaannya terhadapku.

“Aku masih menyimpan perasaan itu, Sa. Aku sangat mencintaimu, Sa. Aku serius denganmu dan aku tidak main-main. Maukah kamu ta’aruf denganku?” Katanya padaku kala itu. Hatiku sangat senang mendengarnya. Dan aku mengiyakan permintaanya itu. Sejak itu aku dan Dimas berkomitmen akan membawa hubungan ini ke jenjang pernikahan. “Aku ingin membina keluarga islami denganmu, Sa.” Kata Dimas yang membuat tubuhku sekejab dingin merasakan kesejukan. Dia adalah sosok yang selama ini aku cari.

Dimas adalah sosok sahabat yang mau mengerti aku. Dia menasihatiku dan mengajakku ke dalam kebaikan. Aku ingin persahabtanku dengan Lely seperti itu. Tetapi, kenapa dia tidak mau mendengar perkataanku. Aku ingin melihatnya sholat, aku ingin kebaikan untuk dirinya. Aku sangat menyayangi dia. Aku akan sangat berdosa jika sahabatku berjalan tanpa arah dan akan celaka dikemudian hari. “Aku tidak mau kamu berteman dengan orang yang akan memebawamu pada ketidak baikan. Aku tidak pernah melarang kamu berteman dengan siapapun. Tetapi, bertemanlah dengan orang yang membawa kebaikan dalam hidupmu.” Kata Dimas padaku.

Aku tidak mungkin meninggalkan Lely. Aku sangat menyayangi sahabatku itu. Aku membuatnya berubah. Meskipun dia seperti itu, dia adalah sahabatku yang baik. Sulit untuk menemukan sahabat seperti dia. Meskipun terkadang dia selalu hadir jika dia memebutuhkanku saja. Tetapi aku senang, karena aku merasa menjadi orang yang berarti dalam hidupnya. Berat untuk meninggalkannya.

Kini, Dimas lah yang menjadi tambatan hatiku dan sekaligus menjadi sahabatku. Sahabat yang selama ini mengerti aku, mengajakku dalam kebaikan. Kelak aku akan menikah dengannya, seperti janjinya terhadapku. Sahabat bagaikan semanggi berhelai 4, sulit untuk mendapatkannya, dan beruntung jika menemukannya. “Terima kasih Ya Allah, engkau pertemukan aku dengan sahabat yang baik seperti dia. Seseorang yang kelak akan menjadi pendamping hidupku.” Kataku bersyukur.

Kini, Dimas tidak hanya menjadi sahabatku, tetapi calon imam dalam rumah tanggaku kelak. Aku tak henti-hentinya mengucap syukur. Sungguh kenikmatan yang luar biasa. Aku berharap, kelak aku bisa membawa kebaikan dalam hidup Lely dan aku bisa mengubahnya menjadi lebih baik. Karena dia sahabtaku dan aku sangat menyayanginya. Sebagaimana Dimas yang membawa kebaikan dalam hidupku.
Selesai

Cerpen Karangan: Choirul Imroatin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar